MENIMBANG MODEL PENDIDIKAN TERBAIK BAGI BUAH HATI

Kata orang, punya anak jaman sekarang lebih susah. Di era globalisasi ini anak dituntut mampu berkompetisi di level internasional. Tak heran banyak orangtua yang gelisah, bagaimana nasib buah hati kelak?

 

Tiap orangtua pasti menginginkan pendidikan terbaik untuk buah hatinya. Ini adalah fitrah dari Allah yang telah menanamkan rasa cinta dan kasih sayang orangtua terhadap anaknya. Sayangnya, seiring perkembangan jaman yang makin ‘maju’ fitrah tersebut tergerus pelan-pelan. Rasa sayang itu kerap menjelma jadi target-target materialistis.

 

Para orangtua berlomba memasukkan anak ke sekolah berstandar internasional. Alasannya, lebih bergengsi. Bahkan, sejak usia 2 tahun anak sudah diikutkan berbagai kursus dengan target tertentu. Kursus membaca, menulis, melukis, bahasa Inggris, dan lain-lain Apa yang salah dengan semua itu?

 

Menurutpsikolog Elly Risman,ada yang tidak beres dengan para orangtua saat ini. Para ayah tak menjalankan fungsinya dengan baik, para ibu juga kebingungan karena sendirian menanggung beban mendidik anak. Akhirnya anak diserahkan ‘bulat-bulat’ ke sekolah. “Proses pendidikan ‘diekspor’ ke sekolah dengan embel-embel tertentu, bayar uang pangkal mahal-mahal. Ibu dan ayahnya merasa sudah mendidik (anak, red),” urai Elly gemas.

 

Orangtua Pasti Bisa

 

Kesiapan menjadi orangtua berkaitan erat dengan kualitas anak kelak. “Anak bukanlah milik kita, tapi amanah yang dititip Allah melalui rahim kita,” ucap ibu tiga anak ini. Karena itu orangtua bertanggung jawab mendidiknya.

 

Banyak orangtua tak pede mendidik karena merasa tak punya bekal ilmu tentang dunia pendidikan. Padahal, Allah telah memberikan bekal pada tiap laki-laki dan perempuan. “Bersama rahim Allah tanamkan sifat-sifat keibuan dan bersama zakar Allah tiupkan sifat-sifat keayahan,” kata ibu dari Rossalina Awaina, Yuhyina Maisura dan Silmi Kamila ini. Dengan bekal itu hakikatnya tiap orangtua mampu mendidik anaknya.

 

Guru Besar Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Prof Dr Arief Rachman MPd menguatkan pendapat Elly. “Secara naluriah ibu dan ayah diberi kekuatan yang sifatnya fitrah untuk mengurus anak. Apalagi kalau ditambah pengetahuan. Umpamanya seorang ibu yang tahu membaca, itu akan menolong dia memiliki pengetahuan luas maka dia mendorong anak membaca,” ujar anggota Administrative Group Dewan International Bureau of Education Council UNESCO (IBE-UNESCO).

 

Merancang Konsep Pendidikan

 

Di sinilah pentingnya orangtua memahami tumbuh kembang anak dan merancang konsep pendidikan yang tepat untuk buah hati. Bagaimana caranya? Dimulai dengan penentuan tujuan (goals). “Goals yang benar bukan menciptakan anak jadi sarjana atau ilmuwan tapi jadi Muslim/Muslimah yang taat,” ujar istri Risman Musa ini.

 

Jika orangtua sudah memiliki kerangka tujuan, selanjutnya perlu dibuat rencana pengasuhannya. Agar anak bisa jadi Muslim yang taat, bagaimana cara mengajarkan dasar-dasar keislaman dengan baik? Dari mana akan dimulai? Siapa yang akan berperan?

 

Dari rencana pengasuhan itu akan muncul sebuah perencanaan. Dalam 5 tahun pertama, orangtua ingin anak belajar apa. Demikian juga 5 tahun berikutnya dan seterusnya. Kapan anak belajar mengenal huruf, mengeja, berdoa, berbahasa disesuaikan dengan usia tumbuh kembang anak. Tak lupa variasi metode belajar, sebaiknya anak selalu dalam kondisi yang menyenangkan, jauh dari tekanan, bentakan dan stres.

 

Misalnya orangtua memiliki keterbatasan waktu bersama anak, perlu dipikirkan siapa yang akan menggantikan peran ini? Jika diserahkan ke  babysitter berarti orangtua harus menyiapkan babysitter yang kualifikasinya memenuhi tujuan yang sudah direncanakan.

 

Termasuk jika orangtua memutuskan saatnya anak masuk sekolah. Kembali ke goals dan rencana pengasuhan. Menurut Elly, orangtua mesti tahu persis bagaimana metode belajar di sekolah di mana anak akan belajar. Mata pelajarannya berat tidak, apakah ada pelajaran berat yang diberikan di atas jam 12, gurunya sayang anak atau tidak. “Yang paling penting juga, anak ditanya, dia suka enggak dengan sekolah itu?” tambah perempuan yang pernah mengenyam pendidikan di Florida State University, Tallahassee, Amerika Serikat.

 

 

Bagaimana dengan beragam pilihan sekolah? Menurut Arief orangtua tak perlu bingung. “Pilihlah sekolah yang bisa menjawab tujuan pendidikan di Indonesia, yaitu menciptakan anak berakhlak mulia, berbudi perkerti luhur, cerdas, bertanggung jawab dan demokratis,” ucap salah satu pendiri Labschool Jakarta.

 

Mengembalikan Makna Pendidikan

 

Definisi pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Kita patut merenung, apakah dunia pendidikan kita sudah mampu mengantarkan anak pada kedewasaan?

 

Elly mengingatkan para orangtua agar menekankan dua hal penting dalam mendidik anak. Yakni konsep diri yang baik dan kemampuan berpikir kritis. Konsep diri yang baik artinya menyiapkan anak untuk tahu dirinya, kelebihan dan kekurangannya, mampu bersikap dengan tepat di masyarakat. Apalagi kini, godaan yang harus dihadapi anak makin beragam. Pornografi, bullying, narkoba dan masih banyak lagi.

 

Berpikir kritis artinya sikap untuk tidak mudah menerima dan menolak sesuatu. Maksudnya, anak perlu diajarkan untuk mencermati, menganalisis dan mengevaluasi informasi sebelum memutuskan sikap. Kita sering memandang rendah anak-anak. Dengan usia dan pengalaman mereka yang dianggap minim, orangtua cenderung merasa lebih tahu dan lebih berhak memutuskan sesuatu.

 

Padahal, sejak lahir anak sudah diberi kemampuan berpikir kritis. Misalnya ketika balita menolak melakukan sesuatu, pasti dia punya alasan. Anak-anak juga sering bertanya tentang berbagai hal. Namun jarang ada orang dewasa yang mau mendengar alasan dan menjawab pertanyaan mereka. Karena terbiasa diabaikan, lambat laun kemampuan berpikir kritis itu melemah. Akibatnya, banyak orang dewasa yang sejatinya masih kanak-kanak. Tak mampu mengolah informasi dengan baik dan merumuskan sikap dengan tepat.

 

Dua hal ini bisa menjadi acuan orangtua dalam merancang konsep pendidikan untuk anak-anaknya. Sejauh mana keterlibatan sekolah, terserah pada orangtua. Sekolah ‘hanya’ fasilitas pendukung untuk membantu orangtua mendidik anak.

 

Konsep Pendidikan Islam

 

Menguatkan pendapat Elly, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Dr KH Achmad Satori Isma’il menyatakan Islam mewajibkan orangtua untuk mendidik anak. “Orangtua tidak bisa menyerahkan begitu saja pendidikan anaknya pada sekolah kemudian dia berlepas tangan. Mereka berkewajiban memonitor apa yang diterima anak di sekolah,” ujar alumnus Universitas Al Azhar Mesir ini.

 

Surat Luqman ayat 13-19 mengisyaratkan pentingnya peran orangtua dalam mendidik anak. “Bila seorang anak tidak menjadi mukmin yang baik—karena tidak mendapat didikan orangtuanya—maka anak tersebut bisa menuntut orangtuanya di akhirat,” jelas da’i yang aktif di Ikatan Da’i Indonesia (IKADI) ini.

 

Ada sembilan nasihat Luqman as kepada putranya yaitu, tidak menyekutukan Allah, tidak meremehkan amal sekecil apa pun, mendirikan shalat, mengajak manusia melakukan kebaikan dan mencegah mereka dari perbuatan mungkar, bersabar terhadap musibah, tidak sombong, sederhana dalam penampilan, dan melunakkan suara.

 

Dari sembilan nasihat itu hanya dua yang bicara tentang hubungan manusia dengan Allah yaitu perintah untuk tidak menyekutukan-Nya dan perintah untuk mendirikan shalat. Tujuh nasihat lainnya bicara tentang bagaimana seorang Muslim harus bersikap di tengah masyarakat.

 

Sekolah, Perlu atau Tidak?

 

Menurut Satori sekolah tetap dibutuhkan agar buah hati mendapatkan pendidikan akademik secara terstruktur. Namun, sekolah seperti apa yang baik? ‘‘Yaitu lembaga pendidikan yang mendukung pembentukan pribadi Muslim yang utuh, dari segi pemahaman, amal dan menumbuhkan kesadaran untuk berdakwah, maka itu semakin baik,” tutur ayah lima putra ini.

 

Tujuan pendidikan dalam Islam adalah melahirkan insan Muslim yang ‘abid, shalih, dan muslih. “Kita mendidik anak agar ia memahami Islam, mengamalkan ajarannya, berdakwah untuk Islam dan menjadi perekat ummat,” urainya lagi. Untuk mencapai tujuan itu, Islam memberikan ‘mandat’ pada keluarga, sekolah dan masyarakat.

 

Islam mengajarkan agar orangtua mendidik anak untuk zamannya. “Sehingga kita perlu mendidik bukan apa yang dibutuhkan anak saat ini, tapi kira-kira 20 tahun mendatang apa yang dibutuhkan oleh anak,” ujar Satori. Orangtua wajib membekali iman dan akhlak agar anak siap untuk menghadapi tantangan dan memenuhi kebutuhan dirinya di masa yang akan datang.

 

Bagi orangtua yang merasa memiliki pemahaman agama yang terbatas Satori mengajukan solusi. “Hendaknya mereka memilih pesantren yang cocok untuk menyiapkan generasi rabbani,” tambahnya. Di pesantren anak akan mendapat pendidikan selama 24 jam. Anak juga dididik dasar-dasar Islam sehingga bisa toleran dalam bermadzhab, misalnya perbedaan dalam berwudhu, shalat atau masalah-masalah furu’iyyah. Dari pemahaman ini diharapkan anak dapat mencapai  tujuan pendidikan Islam seperti di atas.

 

Namun dalam memilih pesantren, orangtua tak boleh sembarangan pula. “Ada pesantren yang disiplin, ada pesantren yang semau gue, nah orangtua jangan ‘melemparkan’ anak seenaknya saja, kemudian tidak bertanggung jawab,” kata Satori. Sebelumnya anak juga perlu diajak dialog, mengapa orangtua merekomendasikan ke pesantren dan apa harapan-harapan orangtua. Jika komunikasi orangtua dan anak terjalin baik sejak awal, pilihan orangtua yang mulia  tentu dapat ditangkap sama baiknya oleh anak.

 

Lalu bagaimana jika lembaga tempat anak menuntut ilmu ternyata membebani anak? Apa yang harus dilakukan orangtua? Menurut Arief, sekolah yang baik memiliki 4 manajemen, yakni manajemen sekolah, manajemen siswa, manajemen guru dan manajemen orangtua. Nah, jika ada masalah dengan anak, orangtua wajib mengomunikasikan dengan sekolah. Dari sana bisa dicari solusinya bersama.

 

Orangtua harus membuat evaluasi dan mengontrol apakah sekolah dapat memenuhi tujuan pendidikan atau tidak. Jika tidak, orangtua harus mengambil tanggung jawab untuk memenuhinya. Karena di akhirat nanti, bukan sekolah yang dimintai pertanggungjawaban oleh Allah tetapi orangtua.

Sumber : [http://ummi-online.com/berita-844-menimbang-model-pendidikan-terbaik-bagi-buah-hati.html/]

 

 

 

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *