Etika Berinvestasi Dalam Islam

INVESTASI secara simple bisa diartikan sebagai kegiatan yang bertujuan mengembangkan harta kekayaan dan kerap hubungannya dengan masa depan. Investasi yang dijalankan tidak melulu berupa pengembangan saja namun dalam pengelolaannya memiliki sebuah etika, dan Islam pun turut menjelaskannya tentang itu.

Dalam perspektif Islam Kegiatan Investasi  sangat didorong dan dianjurkan dalam rangka mengembangkan harta. Sebaliknya, Islam melarang mendiamkan harta, termasuk modal sehingga tidak produktif. Islam melarang menimbun harta dan menumpuk harta kekayaan, Karena tindakan seperti itu hanya menyia-nyiakan karunia Allah dari fungsi yang sebenarnya  dan secara ekonomi membahayakan karena menghambat pertumbuhan modal.

Terhambatnya pertumbuhan modal akan menurunkan jumlah modal kerja yang tersedia untuk berinvestasi. Hal ini juga berarti menghambat pembangunan ekonomi di suatu Negara. Adanya pelarangan penumpukan dan menimbunan kekayaan itu, mengharuskan agar kekayaan tersebut diputar (QS. Al.Hasyr : 7).

Nabi Muhammad SAW sendiri melakukan upaya-upaya produktif dan investasi dengan sabdanya, “Jika seorang Muslim menanam pohon atau menghidupkan ladang dan ada burung atau orang atau binatang memakan dari padanya, hal ini akan dihitung sebagai amal sedekah baginya”.

Khalifah Umuar bin Khaththab juga pernah berkata, “Siapa saja yang mempunyai kekayaan hendaknya mengembangkannya dan siapa saja yang mempunyai tanah, hendaknya menanaminya”.

Dari beberapa landasan hukum tersebut nampak jelas bahwa investasi atau kegiatan produktif lainnya sangatlah dianjurkan dalam Islam demi tercapainya tujuan syari’ah (maqashid Al-Syari’ah) yaitu kemaslahatan.

Keputusan seorang Muslim untuk melakukan investasi pada suatu bidang usaha tertentu didasarkan atas inisiatif sendiri, bukan karena paksaan. Demikian juga mitra kerja bekerja sama atas inisiatifnya sendiri. Sehingga, aktivitas investasi tersebut akan jauh dari unsur-unsur paksaan, aniaya dan zalim menzalimi (QS. An-Nisa : 29 dan Al-Baqarah: 279).

Berikut adalah skema Investasi Syariah yang terdiri dari:

(1) skema bagi hasil : musyakarah (join venture) dan mudharabah (full financing);

(2) skema jual beli (murabahah);

(3) skema sewa (ijarah)

(4) skema sewa plus jual beli.

Musyarakah adalah skema investasi syariah melalui pengelolaan usaha bersama dengan penggabungan modal antara pengelola usaha maupun investor, sedangkan mudharabah adalah skema investasi syariah melalui pengelolaan usaha dengan permodalan penuh dari investor kepada pengelola usaha. Investor mempercayakan sejumlah modal usaha kepada pengelola usaha dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan.

Sementara aneka investasi Islami yang dapat dipilih sebagai berikut :

(1)  Investasi ke dalam property dengan skema jual beli maupun hasil sewa;

(2)  Investasi ke dalam logam mulia / emas dan batu mulia melalui skema jual beli; dan

(3) Investasi ke dalam usaha yang dijalankan dengan prinsip syariah baik yang dikelola sendiri ataupun menitipkan modal pada usaha pihak lain.

Walaupun Islam mendorong umat Islam untuk melakukan investasi, namun tidak berarti semua bidang usaha diperbolehkan dalam berinvestasi. Islam membatasi bidang-bidang yang boleh umat berinvestasi. Hal ini bertujuan untuk mengendalikan manusia dari kegiatan yang membahayakan masyarakat (Afzalurrahman, 2000). Islam melarang umat Islam berinvestasi di bidang yang diharamkan, baik haram karena bendanya (miras, narkoba, dan lain-lain) maupun haram karena hukumnya (ada unsur tadlis, gharar, maysir, dan riba).

 

Sumber: http://www.islampos.com/etika-berinvestasi-dalam-islam-44265/

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *